Nama
: Azella Afza Marenda Anastasia Fasabreta
NIM
: 135040201111003
Kelompok
: J1 / Rabu, 09.15 WIB
Pyricularia
oryzae

a. Klasifikasi
Menurut Dwidjoseputro
(1975) dalam Sijabat (2007), jamur P.
oruzae dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Mycota
Subdivisio : Eumycotina
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Family : Moniliaceae
Genus : Pyricularia
Spesies : Pyricularia
oryzae Cav.
b. Gejala
Jika tanaman telah
ditulari dengan spora-spora jamur maka pada daun tampak bintil-bintik kecil.
Warna bintik-bintik itu ungu kekuning-kuningan, kemudaia lama-lama menjadi
membesar dan terdapat titik kecil berwarna putih ditengahnya. Jumlah titik ungu
kekuningan bisa banya atau sedikit tergantung tingkat serangan jamur dan
ketahanan varietas padi yang ditanam (Siregar, 1981 dalam Sijabat, 2007)
Gejala pada daun, yang sering
disebut sebagai blas daun (Leaf blas),
jberbentuk bercak-bercak jorong dengan ujung-ujung rincing. Pusat bercak
berwarna kelabu atau keputih-putihan dan biasanya mempunyai tepi coklat atau
coklat kemerahan. Bentuk dan warna bercak bervariasi tergantung dari keadaan
lingkungan, umur bercak, dan derajat ketahanan jenis padi. Pada daun tua bercak
agak kecil dan lebih bulat, sehingga mirip dengan bercak D. oryzae (Semangun, 1993 dalam Sijabat, 2007)
Gejala tipe akut berbentuk bulat,
bercak hijau tua dengan bagian ujung runcing, akhirnya berkembang menjadi
berbentuk gelendong/kumparan. Pada bagian tengah kelihatan adanya koloni
penyebab penyakit yang disebabkan oleh konidiapor dan konidia. Biasanya
penyebab penyakit tumbuh pada kondisi yang sesuai yang menyebabkan tanaman
rentan (Luh, 1991 dalam Sijabat, 2007)
Tangkai malai dapat membusuk dan
patah, sehingga penyakit ini disebut pula busuk leher. Bila infeksi ini terjadi
sebelum masa pengisian bulir, maka dapat terjadi kehampaan pada built. Batang
pun dapat terinfeksi akibat penularan dari pelepah daun, sehingga batang
membusuk dan mudah rebah (Harahap, 1989 dalam Sijabat, 2007)
c. Kerusakan
Di Indonesia penyakit
tersebut terutama menjadi masalah pada padi gogo. Namun akhir-akhir ini
penyakit itu juga telah menyerang padi sawah. Serangan blas leher dapat
mencapai 90% dan berakibat kehampaan (Sijabat, 2007)
d. Kisaran
inang
Penyakit
blas pada tanaman padi bersifat kosmopolit, artinya menyerang tanaman padi di
seluruh dunia. Faktor pemicu serangan penyakit P. oryzae adalah pupuk N terlalu tinggi serta curah hujan dan
kelembaban yang tinggi (Sijabat, 2007)
e. Bioekologi
P. oryzae
mempunyai konidiofor panjang ersekar-sekat, jarang bercabang, tunggal, berwarna
kelabu, membentuk konidium pada ujungnya. Konidium bulat telur dengan ujung
runcing, jika masak bersekat 2, dengan ukuran 0-22 x 10-12 um (Barnett, 1960
dalam Sijabat, 2007)
P. oryzae
menghasilkan Toxun Pyricularian yang mana mendukung pertumbuhan tanaman yang
sangat lemah tetapi Phytotoxic pada konsentrasi yang tinggi. Seperti Drechslers oryzae, jamur ini juga
menghasilkan enzim-enzim proteolytic yang membantu menembus dinding sel (Sight,
2001 dalam Sijabat, 2007)
Konidianya
berbentuk seperti buah alpokat dan bersel tiga, konidia ini dibentuk pada ujung
suatu tangkai dan umumnya dilepas pada malam hari saat ada embun atau angin.
Jamur ini berkembang biak bila jarak tanam rapat sehingga kelembaban tinggi dan
tanaman dipupuk nitrogen secara berlebihan. Penyebaran konidia jamur ini dapat
terjadi melalui benih dan angin. Sisa tanaman di lapangan dan inang lain
terutama jenis padi-padian yang terinfeksi dapat menjadi sumber penularan bagi
pertanaman padi berikutnya (Harahap, 1989 dalam Sijabat, 2007)
f. Siklus
hidup
Proses infeksi pada
saat daun dalam keadaan basar dan pada kondisi lingkungan yang mendukung,
perkecambahan akan terjadi setelah 3 jam. Jika konidia melewati masa kering
selama 24 jam maka perkecambahan akan tertunda. Setelah terjadi infeksi hifa
akan mempenetrasi melalui epidermis. Kolonisasi tergantung dari salah satu
faktor seperti genetic, umur tanaman inang, nutrisi dan faktor lingkungan.
(Sijabat, 2007)
Sporulasi terjadi
karena kekembaban diatas 90% dibawah kondisi optimim, konidiofor dibentung
selama 4-6 jam. 1 konidium dibentuk 40 menit. Sejumlah spora dihasilkan oleh
beberapa luka yang telah ditemukan pada hari yang ke enam berupa luka.
Sporulasi maksimum terjadi pada 7-12 hari setelah inokulasi, sporulasi
berlaanjut sampai 60 hari. (Sijabat, 2007)
g. Pengendalian
Pengendalian menurut
Semangun (1993) dalam Sijabat (2007) sebagai berikut:
1.
Pemupukan yang seimbang
2.
Mengusahakan agar persemaian dan
pertanaman padi memperoleh air yang cukup
3.
Penanaman jenis-jenis padi tahan yang
tersedia
4.
Tidak memakai biji dari tempat-tempat
yang terjangkir sebagai benih
5.
Mengobati benih dengan seed dressing
6.
Membakar jerami dari
pertanaman-pertanaman yang sakit untuk mengurangi sumber infeksi
7.
Mengatur jarak tanam agar tidak terlalu
rapat untuk mengurangi kelembabab
Ustilago
maydis

a. Klasifikasi
Dalam Wakman W. dan
Burhanuddin (2007), klasifikasi dari patogen penyebab penyakit gosong ini
adalah:
Kingdom : Fungi
Filum :
Basidiomycota
Kelas :
Ustilaginomycetes
Ordo :
Ustilaginales
Famili :
Ustilaginaceae
Genus :
Ustilago
Spesies : Ustilago maydis (DC) Cda
b. Gejala
Menurut Yasin (2013)
gejala yang timbul adalah pada tongkol ditandai dengan masuknya cendawan ini
kedalam biji sehingga terjadi pembengkakan dan menyebarkan kelenjar (gall),
pembengkakan ini menyebabkan pembungkus terdesak sehingga pembungkus rusak dan
kelenjar keluar dari pembungkus dari spora terbesar.
Menurut Wakman W. dan
Burhanuddin (2007) gejala awal berupa pembengkakan atau gall yang dibungkus
denganjaringan berwarna putih kehijauan sampai putih perak mengkilat. Bagian
dalam gall berwarna gelap dan berubah menjadi massa tepung spora berwarna
coklat sampai hitam. Gall dapat terjadi pada semua bagian tanaman jagung. Gall
pada tongkol apabila sudah mencapai pertumbuhan maksimal dapat mencapai
diameter 15 cm. Gall pada daun tetap kecil dengan diameter 0,6-1,2 cm. Apabila
bunga jantan terinfeksi, maka semua tongkol pada tanaman tersebut terinfeksi
penyakit gosong.
c. Kerusakan
Menurut Wakman W. dan
Burhanuddin (2007) penyakit gosong pada jagung tersebar luas di dunia,
meliputi Amerika, Meksiko, Rusia,
Afrika, Australia, Selandia Baru, Eropa, dan Asia termasuk Indonesia.
Kehilangan hasil yang diakibatkannya mencapai 10%.
d. Kisaran
inang
Ustilago maydis adalah
cendawan penyebab penyakit gosong pada jagung (corn smuth)
e. Bioekologi
U.
maydis menghendaki keadaan iklim kering dan suhu antara
26-34°C. Periode inkubasi dari infeksi sampai timbul gall sekitar satu sampai
beberapaminggu. Pemupukan N tinggi dan pupuk kandang meningkatkan penyakit gosong.
(Wakman W. dan Burhanuddin. 2007)
f. Siklus
hidup
Klamidospora berkecambah
pada kondisi yang cocok, menghasilkan sporidia yang dapat dibawa angin atau
percikan air sampai padatanaman jagung muda. Miselium masuk ke jaringan tanaman
melaluistomata, luka atau penetrasi langsung melalui dinding sel dan
menstimulirsel inangnya untuk membelah. (Wakman W. dan Burhanuddin. 2007)
g. Pengendalian
Menurut Wakman W. dan
Burhanuddin (2007), beberapa komponen pengendalian penyakit gosong yang dapat
digunakan adalah varietas tahan, pestisida, rotasi tanaman, dan perlakuan
benih. Pengendalian menurut Prihatman (2000) sebagai berikut: (1) mengatur
kelembaban area pertanaman jagung dengan cara pengeringan dan irigasi; (2)
memotong bagian tanaman kemudian dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur
dengan fungisida secara merata hingga semua permukaan benih terkena.
Soybean
mosaic virus

a. Klasifikasi
Soybean mosaic
virus (SMV) termasuk genus Potyvirus
dalam keluarga Potyviridae dan terbawa oleh biji, serta disebarkan oleh
serangga aphids yang bersifat
non-persistent (Andayani, 2009).
b. Gejala
Menurut Astuti (2004),
bibit memperlihatkan gejala tumbuh tinggi dan kurus. Daun nekrotik, keriput,
dan melengkung ke bawah, tulang daun menguning dan cepat rontok, tanaman
menjadi kerdil dan akhirnya mati. Infeksi SMV menyebabkan gejala pada tanaman, seperti
daun permukaannya tidak rata, mengecil dengan gambaran mosaik, menggulung ke
dalam, dan tepi daun mengalami klorosis,
kadang-kadang disertai tanaman menjadi kerdil (Andayanie, 2012)
c. Kerusakan
SMV adalah salah satu
penyakit yang umum di Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Infeksi virus ini
menghasilkan penurunan hasil yang serius , kualitas biji yang jelek, mengurangi
kandungan minyak dan nodulasi (Arif and Hassan, 2008 dalam Andayani, 2009).
Penurunan hasil di lapang oleh SMV
tergantung pada strain virus, genotip
inang dan waktu infeksi. Semua bagian vegetatif dari tanaman yang telah
terinfeksi suatu virus pada umumnya telah mengandung virus tersebut. Selain bagian
vegetatif, beberapa virus dapat menginfeksi bagian generatif seperti bagian
bunga dan biji tanaman (Agarwal dan Sinclair, l987 dalam Andayani, 2009).
Disekitar Yogyakarta, virus ini menyebabkan penurunan hasil 5-40% (Kaselan,
l976 dalam Andayani, 2009) dan Rahamna and Hasanuddin (1989) dalam Andayani
(2009) melaporkan penurunan hasil sebesar 50% di Makasar. Serangan virus
patogen merupakan salah satu kendala penting bagi produksi kedelai. Soybean Mosaic Virus (SMV) adalah salah satu
jenis virus yang dapat mengakibatkan penurunan hasil kedelai 5090% (Sudjono
dkk., 1993).
d. Kisaran
inang
Soybean
Mosaic Virus (SMV) merupakan virus yang menyerang kedelai, penyebab penyakit mosaik
(crinkle) (Astuti, 2004). Virus mosail kedelai dapat mengnfeksi banya tanaman,
khususnya yang termasuk tanaman kacang-kacangan, antara lain kedeai, buncis,
kacang panjang, kara (Dolichos lablab),
karang pedang (Canalavia ensiformis),
kapri, kara benguk (Cassia occidentalis).
Selain itu, virus dapat mengadakan infeksi secara sistemik pada gulma Borreria hispida Schum.
e. Bioekologi
Virus
ini mempunyai titik pemanasan inaktivasi 65-70 c selama 10 menit, titik
pengenceran terakhir 1 : 1.000-10.000. virus mosaic kedelai termasuk golongan potato virus y (PVY, poty virus) dengan zarah berbentuk batang lentur dengan
panjang rata-rata 750 nm
f. Siklus
hidup
Virus
dapat menular secara mekanis, terbawa oleh biji tanaman sakit, dan oleh
beberapa macam kudu daun secara nonpersisten.
g. Pengendalian
Menurut Lembar
Informasi Pertanian (LIPTAN) BIP Irian Jaya (1994), pengendalian penyakti virus
adalah sebagai berikut:
- menanam varietas bebas virus
- pergilran tanaman dengan tanaman bukan
kacang-kacangan sanitasi tanaman
terserang.
- menggunakan, varietas , kedelai yang resisten
- menghindari tanaman kedelai dengan inang
virus lainnya
-
pengendalian terhadap vector serangga dengan insektisida
Daftar Pustaka
Andayani,
Wuye Ria dan Praptiningsih Gamawati Adinurani. 2009. Soybean Mosaic Virus (SMV) dan Distribudi di Jawa Timur. Jurnal Agri-tek
Volume 10 Nomor 2 September 2009
Andayanie,
Wuye Ria. 2012. Diagnosis Penyakit Mosaik (Soybean Mosaic Virus) Terbawa Benih Kedelai.
Junal HPT Tropika Vol. 12, No. 2: 185 – 191, September 2012
Astuti,
dkk. 2004. Multiplikasi, Induksi Planlet
dan Seleksi Tembakau Hasil Transformasi Gen Coat Protein SMV Secara Kultur in
Vitro. Bioteknologi 1 (2): 31-36, Nopember 2004,
Lembar
Informasi Pertanian (LIPTAN) BIP Irian Jaya. 1994. Pengendalian Jasad Pengganggu Pada Tanaman Kedelai. Balai Informasi
Pertanian Irian Jaya
Prihatman,
Kemal. 2000. Jagung ( Zea mays L. ). Jakarta:
Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek PEMD, BAPPENAS
Sijabat,
Octa Nina Sari BR. 2007. Epidemi Penyakit
Blas (Pyricularia oryzae Cav.) pada Beberapa Varietas Padi Sawah (Oryza
sativa L) dengan Jarak Tanam Berbeda Dilapangan. Sumatera Utara : USU
Repository
Sudjono,
M., Mukelar, dan M. Roechan. 1993. Penyakit
Kedelai dan Penanggulangannya. Balai
Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Vol 6. p. 331334.
Yasin,
Muhammad. 2013. Kajian Pengembangan
Tanaman Jagung pada Lahan Rawa Lebak di Kalimantan Selatan. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. Seminar Nasional Serealia, 2013
Wakman
W. dan Burhanuddin. 2007. Pengelolaan
Penyakit Prapanen Jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealia, Maros
Tidak ada komentar:
Posting Komentar