Senin, 24 November 2014

Penyakit tanaman pangan


Nama : Azella Afza Marenda Anastasia Fasabreta
NIM : 135040201111003
Kelompok : J1 / Rabu, 09.15 WIB

Pyricularia oryzae


a.        Klasifikasi
Menurut Dwidjoseputro (1975) dalam Sijabat (2007), jamur P. oruzae dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom   : Plantae
Division     : Mycota
Subdivisio : Eumycotina
Kelas         : Deuteromycetes
Ordo          : Moniliales
Family       : Moniliaceae
Genus        : Pyricularia
Spesies      : Pyricularia oryzae Cav.

b.      Gejala
Jika tanaman telah ditulari dengan spora-spora jamur maka pada daun tampak bintil-bintik kecil. Warna bintik-bintik itu ungu kekuning-kuningan, kemudaia lama-lama menjadi membesar dan terdapat titik kecil berwarna putih ditengahnya. Jumlah titik ungu kekuningan bisa banya atau sedikit tergantung tingkat serangan jamur dan ketahanan varietas padi yang ditanam (Siregar, 1981 dalam Sijabat, 2007)
Gejala pada daun, yang sering disebut sebagai blas daun (Leaf blas), jberbentuk bercak-bercak jorong dengan ujung-ujung rincing. Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan dan biasanya mempunyai tepi coklat atau coklat kemerahan. Bentuk dan warna bercak bervariasi tergantung dari keadaan lingkungan, umur bercak, dan derajat ketahanan jenis padi. Pada daun tua bercak agak kecil dan lebih bulat, sehingga mirip dengan bercak D. oryzae (Semangun, 1993 dalam Sijabat, 2007)
Gejala tipe akut berbentuk bulat, bercak hijau tua dengan bagian ujung runcing, akhirnya berkembang menjadi berbentuk gelendong/kumparan. Pada bagian tengah kelihatan adanya koloni penyebab penyakit yang disebabkan oleh konidiapor dan konidia. Biasanya penyebab penyakit tumbuh pada kondisi yang sesuai yang menyebabkan tanaman rentan (Luh, 1991 dalam Sijabat, 2007)
Tangkai malai dapat membusuk dan patah, sehingga penyakit ini disebut pula busuk leher. Bila infeksi ini terjadi sebelum masa pengisian bulir, maka dapat terjadi kehampaan pada built. Batang pun dapat terinfeksi akibat penularan dari pelepah daun, sehingga batang membusuk dan mudah rebah (Harahap, 1989 dalam Sijabat, 2007)



c.       Kerusakan
Di Indonesia penyakit tersebut terutama menjadi masalah pada padi gogo. Namun akhir-akhir ini penyakit itu juga telah menyerang padi sawah. Serangan blas leher dapat mencapai 90% dan berakibat kehampaan (Sijabat, 2007)

d.      Kisaran inang
Penyakit blas pada tanaman padi bersifat kosmopolit, artinya menyerang tanaman padi di seluruh dunia. Faktor pemicu serangan penyakit P. oryzae adalah pupuk N terlalu tinggi serta curah hujan dan kelembaban yang tinggi (Sijabat, 2007)

e.       Bioekologi
P. oryzae mempunyai konidiofor panjang ersekar-sekat, jarang bercabang, tunggal, berwarna kelabu, membentuk konidium pada ujungnya. Konidium bulat telur dengan ujung runcing, jika masak bersekat 2, dengan ukuran 0-22 x 10-12 um (Barnett, 1960 dalam Sijabat, 2007)
P. oryzae menghasilkan Toxun Pyricularian yang mana mendukung pertumbuhan tanaman yang sangat lemah tetapi Phytotoxic pada konsentrasi yang tinggi. Seperti Drechslers oryzae, jamur ini juga menghasilkan enzim-enzim proteolytic yang membantu menembus dinding sel (Sight, 2001 dalam Sijabat, 2007)
Konidianya berbentuk seperti buah alpokat dan bersel tiga, konidia ini dibentuk pada ujung suatu tangkai dan umumnya dilepas pada malam hari saat ada embun atau angin. Jamur ini berkembang biak bila jarak tanam rapat sehingga kelembaban tinggi dan tanaman dipupuk nitrogen secara berlebihan. Penyebaran konidia jamur ini dapat terjadi melalui benih dan angin. Sisa tanaman di lapangan dan inang lain terutama jenis padi-padian yang terinfeksi dapat menjadi sumber penularan bagi pertanaman padi berikutnya (Harahap, 1989 dalam Sijabat, 2007)

f.       Siklus hidup
Proses infeksi pada saat daun dalam keadaan basar dan pada kondisi lingkungan yang mendukung, perkecambahan akan terjadi setelah 3 jam. Jika konidia melewati masa kering selama 24 jam maka perkecambahan akan tertunda. Setelah terjadi infeksi hifa akan mempenetrasi melalui epidermis. Kolonisasi tergantung dari salah satu faktor seperti genetic, umur tanaman inang, nutrisi dan faktor lingkungan. (Sijabat, 2007)
Sporulasi terjadi karena kekembaban diatas 90% dibawah kondisi optimim, konidiofor dibentung selama 4-6 jam. 1 konidium dibentuk 40 menit. Sejumlah spora dihasilkan oleh beberapa luka yang telah ditemukan pada hari yang ke enam berupa luka. Sporulasi maksimum terjadi pada 7-12 hari setelah inokulasi, sporulasi berlaanjut sampai 60 hari. (Sijabat, 2007)

g.      Pengendalian
Pengendalian menurut Semangun (1993) dalam Sijabat (2007) sebagai berikut:
1.      Pemupukan yang seimbang
2.      Mengusahakan agar persemaian dan pertanaman padi memperoleh air yang cukup
3.      Penanaman jenis-jenis padi tahan yang tersedia
4.      Tidak memakai biji dari tempat-tempat yang terjangkir sebagai benih
5.      Mengobati benih dengan seed dressing
6.      Membakar jerami dari pertanaman-pertanaman yang sakit untuk mengurangi sumber infeksi
7.      Mengatur jarak tanam agar tidak terlalu rapat untuk mengurangi kelembabab
Ustilago maydis


a.       Klasifikasi
Dalam Wakman W. dan Burhanuddin (2007), klasifikasi dari patogen penyebab penyakit gosong ini adalah:
Kingdom  : Fungi
Filum         : Basidiomycota
Kelas         : Ustilaginomycetes 
Ordo          : Ustilaginales
Famili        : Ustilaginaceae
Genus        : Ustilago
Spesies      : Ustilago maydis (DC) Cda

b.      Gejala
Menurut Yasin (2013) gejala yang timbul adalah pada tongkol ditandai dengan masuknya cendawan ini kedalam biji sehingga terjadi pembengkakan dan menyebarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini menyebabkan pembungkus terdesak sehingga pembungkus rusak dan kelenjar keluar dari pembungkus dari spora terbesar.
Menurut Wakman W. dan Burhanuddin (2007) gejala awal berupa pembengkakan atau gall yang dibungkus denganjaringan berwarna putih kehijauan sampai putih perak mengkilat. Bagian dalam gall berwarna gelap dan berubah menjadi massa tepung spora berwarna coklat sampai hitam. Gall dapat terjadi pada semua bagian tanaman jagung. Gall pada tongkol apabila sudah mencapai pertumbuhan maksimal dapat mencapai diameter 15 cm. Gall pada daun tetap kecil dengan diameter 0,6-1,2 cm. Apabila bunga jantan terinfeksi, maka semua tongkol pada tanaman tersebut terinfeksi penyakit gosong.

c.       Kerusakan
Menurut Wakman W. dan Burhanuddin (2007) penyakit gosong pada jagung tersebar luas di dunia, meliputi  Amerika, Meksiko, Rusia, Afrika, Australia, Selandia Baru, Eropa, dan Asia termasuk Indonesia. Kehilangan hasil yang diakibatkannya mencapai 10%.

d.      Kisaran inang
Ustilago maydis adalah cendawan penyebab penyakit gosong pada jagung (corn smuth)

e.       Bioekologi
U. maydis menghendaki keadaan iklim kering dan suhu antara 26-34°C. Periode inkubasi dari infeksi sampai timbul gall sekitar satu sampai beberapaminggu. Pemupukan N tinggi dan pupuk kandang meningkatkan penyakit gosong. (Wakman W. dan Burhanuddin. 2007)

f.       Siklus hidup
Klamidospora berkecambah pada kondisi yang cocok, menghasilkan sporidia yang dapat dibawa angin atau percikan air sampai padatanaman jagung muda. Miselium masuk ke jaringan tanaman melaluistomata, luka atau penetrasi langsung melalui dinding sel dan menstimulirsel inangnya untuk membelah. (Wakman W. dan Burhanuddin. 2007)

g.      Pengendalian
Menurut Wakman W. dan Burhanuddin (2007), beberapa komponen pengendalian penyakit gosong yang dapat digunakan adalah varietas tahan, pestisida, rotasi tanaman, dan perlakuan benih. Pengendalian menurut Prihatman (2000) sebagai berikut: (1) mengatur kelembaban area pertanaman jagung dengan cara pengeringan dan irigasi; (2) memotong bagian tanaman kemudian dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur dengan fungisida secara merata hingga semua permukaan benih terkena.



Soybean mosaic virus


a.       Klasifikasi
Soybean mosaic virus  (SMV) termasuk genus Potyvirus dalam keluarga Potyviridae dan terbawa oleh biji, serta disebarkan oleh serangga  aphids yang bersifat non-persistent (Andayani, 2009).

b.      Gejala
Menurut Astuti (2004), bibit memperlihatkan gejala tumbuh tinggi dan kurus. Daun nekrotik, keriput, dan melengkung ke bawah, tulang daun menguning dan cepat rontok, tanaman menjadi kerdil dan akhirnya mati. Infeksi SMV menyebabkan gejala pada tanaman, seperti daun permukaannya tidak rata, mengecil dengan gambaran mosaik, menggulung ke dalam,  dan tepi daun mengalami klorosis, kadang-kadang disertai tanaman menjadi kerdil (Andayanie, 2012)

c.       Kerusakan
SMV adalah salah satu penyakit yang umum di Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Infeksi virus ini menghasilkan penurunan hasil yang serius , kualitas biji yang jelek, mengurangi kandungan minyak dan nodulasi (Arif and Hassan, 2008 dalam Andayani, 2009). Penurunan hasil di lapang oleh  SMV tergantung  pada strain virus, genotip inang dan waktu infeksi. Semua bagian vegetatif dari tanaman yang telah terinfeksi suatu virus pada umumnya telah mengandung virus tersebut. Selain bagian vegetatif, beberapa virus dapat menginfeksi bagian generatif seperti bagian bunga dan biji tanaman (Agarwal dan Sinclair, l987 dalam Andayani, 2009). Disekitar Yogyakarta, virus ini menyebabkan penurunan hasil 5-40% (Kaselan, l976 dalam Andayani, 2009) dan Rahamna and Hasanuddin (1989) dalam Andayani (2009) melaporkan penurunan hasil sebesar 50% di Makasar. Serangan virus patogen merupakan salah satu kendala penting bagi produksi kedelai.  Soybean Mosaic Virus (SMV) adalah salah satu jenis virus yang dapat mengakibatkan penurunan hasil kedelai 5090% (Sudjono dkk., 1993).

d.      Kisaran inang
Soybean Mosaic Virus (SMV) merupakan virus yang menyerang kedelai, penyebab penyakit mosaik (crinkle) (Astuti, 2004). Virus mosail kedelai dapat mengnfeksi banya tanaman, khususnya yang termasuk tanaman kacang-kacangan, antara lain kedeai, buncis, kacang panjang, kara (Dolichos lablab), karang pedang (Canalavia ensiformis), kapri, kara benguk (Cassia occidentalis). Selain itu, virus dapat mengadakan infeksi secara sistemik pada gulma Borreria hispida Schum.

e.       Bioekologi
Virus ini mempunyai titik pemanasan inaktivasi 65-70 c selama 10 menit, titik pengenceran terakhir 1 : 1.000-10.000. virus mosaic kedelai termasuk golongan potato virus y (PVY, poty virus) dengan zarah berbentuk batang lentur dengan panjang rata-rata 750 nm

f.       Siklus hidup
Virus dapat menular secara mekanis, terbawa oleh biji tanaman sakit, dan oleh beberapa macam kudu daun secara nonpersisten.

g.      Pengendalian
Menurut Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) BIP Irian Jaya (1994), pengendalian penyakti virus adalah sebagai berikut:
-  menanam varietas bebas virus
-  pergilran tanaman dengan tanaman bukan kacang-kacangan  sanitasi tanaman terserang. 
-  menggunakan, varietas , kedelai yang resisten
-  menghindari tanaman kedelai dengan inang virus lainnya
-  pengendalian terhadap vector serangga dengan insektisida
Daftar Pustaka
Andayani, Wuye Ria dan Praptiningsih Gamawati Adinurani. 2009. Soybean Mosaic Virus (SMV) dan Distribudi di Jawa Timur. Jurnal Agri-tek Volume 10 Nomor 2 September 2009
Andayanie, Wuye Ria. 2012.  Diagnosis Penyakit Mosaik (Soybean Mosaic Virus) Terbawa Benih Kedelai. Junal HPT  Tropika Vol. 12,  No. 2: 185 – 191,  September 2012
Astuti, dkk. 2004. Multiplikasi, Induksi Planlet dan Seleksi Tembakau Hasil Transformasi Gen Coat Protein SMV Secara Kultur in Vitro. Bioteknologi 1 (2): 31-36, Nopember 2004,
Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) BIP Irian Jaya. 1994. Pengendalian Jasad Pengganggu Pada Tanaman Kedelai. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya
Prihatman, Kemal. 2000. Jagung ( Zea mays L. ). Jakarta: Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek PEMD, BAPPENAS
Sijabat, Octa Nina Sari BR. 2007. Epidemi Penyakit Blas (Pyricularia oryzae Cav.) pada Beberapa Varietas Padi Sawah (Oryza sativa L) dengan Jarak Tanam Berbeda Dilapangan. Sumatera Utara : USU Repository
Sudjono, M., Mukelar, dan M. Roechan. 1993. Penyakit Kedelai dan  Penanggulangannya. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Vol 6. p. 331334.
Yasin, Muhammad. 2013. Kajian Pengembangan Tanaman Jagung pada Lahan Rawa Lebak di Kalimantan Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. Seminar  Nasional Serealia, 2013
Wakman W. dan Burhanuddin. 2007. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung. Balai Penelitian  Tanaman Serealia, Maros

Tidak ada komentar:

Posting Komentar