
Klasifikasi
Menurut
Boedijono, 1990 Scirpophaga nivella termasuk dalam:
Filum : arthropoda,
Klas : insekta,
Sub
klas : Pterygota,
Ordo : Lepidoptera,
Familia : Pyralidae,
Genus : Scirpophaga
Spesies : S. nivella Snellen
Gejala Serangan
Daun
yang terserang larva penggerek pucuk akan berwarna coklat dan pada tulang daun
kan
terbentuk
jalur berupa garis. Larva berupa ulat ini kemudian bergerak menuju pucuk daun
yang masih menguncup sehingga saat terbuka daun akan tampak berlubang kecil
(Kalshoven, 1981 cit. Handiyana, 2000).
Perkembangan ulat menjadi ulat dewasa akan dimulai dengan penggerekannya dengan
cara melubangi sedikit demi sedikit bagian atas ruas batang dan berkepompong di
dalamnya, akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat karena titik tumbuh mati
(Sudiatso, 1982 cit. Handiyana, 2000).
Siklus Hidup
Penggerek Pucuk Tebu
Fase pertama adalah telur yang di hasilkan dari tetua
betina yang jumlahnya berkisar 6-30 butir akan menetas pada umur 8-9
hari. Ulat yang keluar dari telur menuju daun yang masih muda dengan cara
menggantung pada benang-benang halus yang dikeluarkan dari mulutnya.
Larva akan menggerek daun dan menuju ibu tulang daun, larva
menggerek menuju titik tumbuh batang dan menembus batang. Setiap batang
berisi satu ekor penggerek (Kalshoven, 1981). Ulat tersebut pada umur muda
berwarna kelabu, kemudian berubah berwarna kuning kecoklatan dan pada saat
mendekati stadium pupa berwarna kuning putih. Stadium pupa calon betina
8-10 hari dan calon jantan 10-12 hari. Kupu-kupu betina sudah
dapat bertelur sehari setelah
keluar dari kepompong kupu-kupu
mempunyai warna sayap dan punggung putih dengan jambul berwarna merah. Siklus
hidup penggerek betina 48-58 hari dan jantan 50-56 hari (Handjojo, 1976).
Tingkat Kerusakan
Kehilangan
hasil gula akibat serangan penggerek pucuk S. nivella bisa mencapai 8,9% per
tahun (Samoedi et al., 1995 cit. Sudarsono et al., 2011). Kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan hama
ini tergantung dari umur tanaman tebu. Pada tanaman muda, pupus tanaman yang
diserang dapat menjadi layu dan mati.
Kerusakan ini dianggap tidak berarti karena tunas yang mati akan digantikan
oleh tunas yang baru. Pada tanaman yang lebih tua, tanaman masih dapat
membentuk siwilan-siwilan sehingga pertumbuhan tanaman dapat terganggu karena
tinggi tanaman dapat berkurang hingga 1 m atau lebih dibandingkan dengan
tanaman sehat. Serangan pada tanaman yang akan ditebang dianggap tidak
merugikan karena biasanya ulat belum mencapai titik tumbuh (Sudiatso, 1982 cit.
Handiyana, 2000).
Kisaran Inang
Hama
penggerek pucuk tebu Scirpophaga nivella merupakan salah satu hama penting pada
tanaman tebu di Indonesia. Serangan hama ini pada tanaman tebu muda menyebabkan
kematian, sedangkan serangan pada umur lima bulan atau lebih menyebabkan
terbentuknya siwilan (tunas samping) yang dapat menurunkan produksi tebu.
(Samoedi et al., 1995 cit. Sudarsono et al., 2011).
Pengendalian Hama Penggerek Pucuk Tebu Secara PHT
Bayu 2014
Dengan kondisi luas serangan yang merata di seluruh
Indonesia, maka strategi pengelolaan hama
penggerek pucuk tebu yang
paling tepat adalah dengan Pengendalian
Hama Terpadu (PHT). Teknik Pengendalian Hama Terpadu yang dapat diterapkan
diantaranya:
1.
Pengendalian Mekanis
Pengendalian mekanis dapat langsung dilakukan pada saat
melakukan pengamatan di kebun yaitu dengan memungut atau mengambil
telur atau kelompok telur.
2.
Pengendalian Kultur
Teknis atau Budidaya
a)
Pengendalian dengan
cara kultur teknis atau budidaya dapat dilakukan dengan cara Penggunaan bibit
unggul,
b)
Penggunaan pupuk
berimbang yang sesuai dengan jenis, dosis,
waktu dan cara pemakaian yang dianjurkan.
c)
Pengaturan pola tanam
d)
Penanaman serentak
e)
Pengaturan jarak tanam
f)
Pergiliran tanaman
3.
Pengendalian Hayati
atau Biologis
a.
Konservasi Musuh Alami
Konservasi musuh alami merupakan
cara yang paling murah dan mudah dilakukan
oleh petani baik sendiri atau berkelompok. Konservasi musuh alami
merupakan usaha kita untuk membuat lingkungan kebun disenangi dan cocok untuk
kehidupan musuh alami terutama kelompok predator dan parasitoid.
b.
Pelepasan Musuh Alami
Pelepasan musuh alami dilakukan dengan mencari atau
mengumpulkan musuh alami dari tempat lain, kemudian langsung dilepas di kebun
yang dituju. Musuh alami hama penggerek pucuk berupa parasit
telur dan parasit larva. Parasit telur misalnya Trichogramma japonicum,
sedangkan parasit larva misalnya lalat jatiroto.
4.
Pengendalian Kimiawi
Aplikasi insektisida kimia hanya dilakukan jika persentase
serangan hama penggerek pucuk dengan kategori serangan berat sudah mencapai 40
%. Jenis insektisida yang dianjurkan adalah golongan karbamat, antara lain Karbofuran
(Furadan 3G), Kalbosulfan (Matrix 200EC), Imidakloprid (Wingran 0,5G).
konsentrasi yang digunakan sesuai rekomendasi yaitu antara 1-2 ml/l atau
10-12kg/Ha.
Penggerek Buah Kopi (PBKo) Hypothenemus
hampei Ferr. (Coleoptera:
Scolytidae)

Klasifikasi
Menurut
Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi
ini diklasifikasikan
sebagai
berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insekta
Ordo :
Coleoptera
Family :
Scolytidae
Genus :
Hypothenemus
Spesies
: Hypothenemus hampei
Gejala Serangan
Pada
umumnya H. hampei menyerang buah dengan
endosperma yang telah mengeras, namun buah yang belum mengeras dapat juga
diserang. Buah kopi yang bijinya masih lunak umumnya hanya digerek untuk
mendapatkan makanan dan selanjutnya ditinggalkan. Buah demikian tidak
berkembang, warnanya berubah menjadi kuning kemerahan dan akhirnya gugur.
Serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan mutu
kopi karena biji berlubang (Gambar 8). Biji kopi yang cacat sangat berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa kimianya, terutama
pada kafein dan gula pereduksi. Biji berlubang merupakan salah satu penyebab
utama kerusakan mutu kimia, sedangkan citarasa kopi dipengaruhi oleh kombinasi
komponen-komponen senyawa kimia yang terkandung dalam biji (Tobing et al.,
2006).
Daur Hidup
Menurut
Dirjen Bina Produksi Perkebunan (2002), kumbang betina menggerek ke dalam biji
kopi dan bertelur sekitar 30-50 butir. Telur menetas menjadi larva yang menggerek biji kopi. Larva menjadi
kepompong di dalam biji. Dewasa (kumbang) keluar dari kepompong. Jantan dan
betina kawin di dalam buah kopi,
kemudian sebagian betina terbang ke buah lain untuk masuk, lalu bertelur lagi.
Jantan tidak bisa terbang sehingga tetap di dalam buah tempat lahirnya
sepanjang hidup.
Tingkat Serangan
Serangga
hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) Hypothenemus hampei Ferr.
(Coleoptera: Scolytidae) merupakan hama yang sudah tidak asing
lagi dan
banyak ditemukan menyerang buah
kopi di beberapa wilayah di Indonesia. Keberadaan hama ini dapat menurunkan
produksi dan kualitas hasil secara nyata
karena menyebabkan banyak biji kopi berlubang. Kehilangan hasil oleh hama PBKo
dapat mencapai lebih dari 50% apabila serangannya tinggi dan tidak dilakukan
tindakan pengendalian secara tepat. Tingkat serangan sebesar 20% dapat
mengakibatkan penurunan produksi sekitar 10% (Puslitkoka, 2009 dalam Zahro’in,
2013).
Kisaran Inang
Menurut
Wiryadiputra (2006) penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan
seranggahama utama pada tanaman kopi yangmenyebabkan kerugian secara nyata
terhadapproduksi kopi di Indonesia. Kerusakan yang diakibatkan oleh hama ini
berpengaruh langsung sehingga menyebabkan penurunan produksi dan kualitas hasil
biji kopi pasar. Dengan demikian akan berdampak penurunan produksi dan mutu
biji kopi, sehingga kerugian yang ditimbulkan cukup besar.
Teknik Pengendalian
Menurut Zahro’in (2013) Ada beberapa teknik
pengendalian yang dapat diterapkan untuk mengendalikan serangan PBKo H. hampei antara lain:
1.
Pengendalian secara kultur teknis, dengan tujuan memutus daur
hidup PBKo, yang meliputi tindakan : (i)
Petik bubuk, yaitu mengawali panen dengan memetik semua buak masak yang terserang
bubuk 15-30 hari menjelang panen besar, (ii) Lelesan, yaitu pemungutan buah kopi yang jatuh di
tanah baik terhadap buah terserang maupun buah tidak terserang, selanjutnya buah direndam dalam air panas, (iii) Racutan/rampasan, yaitu memetik seluruh buah yang ada di pohon
pada akhir panen. Semua buah hasil petik bubuk, lelesan dan racutan direndam
air panas 5 menit.
2.
Pengaturan naungan untuk menghindari
kondisi pertanaman terlalu gelap, yang sesuai bagi perkembangan PBKo.
3.
Pengendalian hayati dengan musuh
alami menggunakan parasitoid
Cephalonomia stephanoderis dan jamur Beauveria bassiana. Aplikasi B.bassiana
dianjurkan dengan dosis 2 kg biakan padat per hektar selama tiga kali aplikasi
per musim panen.
4.
Peran petugas lapang dalam pembinaan
pengendalian kepada petani sangat dibutuhkan. Petugas lapang dapat
menginformasikan rakitan teknologi pengendalian yang telah direkomendasikan
BBPPTP Surabaya serta agens hayati yang telah dikembangkan dan dapat digunakan
sebagai biopestisida untuk mengendalikan serangan penggerek buah kopi.
Daftar Pustaka
Boedijono, WA. 1990. Hama Tebu. Diktat Khusus Tanaman Tebu. BP3G
Pasuruan.
Dirjen
Bina Produksi Pekebunan. 2002. Musuh
Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Jakarta: Departemen Pertanian
Handiyana,
U. 2000. Kajian Pengendalian Hama Terpadu
pada Tanaman Tebu di PG Pangka, Kabupaten Tegal Milik PTP Nusantara IX
(Persero). Skripsi. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Handjojo. 1976. Hama Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik
Pengendaliannya. http://ditjenbun.deptan.go.id.
Sudarsono,
H., Sunaryo, dan Saefudin. 2011. Intensitas Kerusakan pada
Beberaoa Varietas Tebu Akibat Serangan Penggerek Pucuk Tebu (Scirpophaga nivella intacta) Setelah
Aplikasi Zat Pemacu Kemasakan Isoprophylamine Glyphosate. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 11 (3):
73-81p.
Wiryadiputra,
Soekadar. 2006. Penggunaan Perangkap Dalam Pengendalian Hama Penggerek Buah
Kopi (PBKo, Hypothenemus hampei). Jurnal Pelita Perkebunan 2006, 22(2), 101—118.
Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
Zahro’in, Erna
dan Yudi Yuliyanto. 2013. Tingkat
Serangan Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hampei Ferr. Di Provinsi Jawa Timur pada September 2013. Malang: Universitas
Brawijawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar