Senin, 24 November 2014

Hama tanaman tahunan

Penggerek Pucuk Tebu Scirpophaga novella

http://blog.ub.ac.id/daningfpub/files/2013/01/scircopaga-nivella.jpg

Klasifikasi
Menurut Boedijono, 1990 Scirpophaga nivella  termasuk dalam:
Filum               : arthropoda,
Klas                 : insekta,
Sub klas           : Pterygota,
Ordo                : Lepidoptera,
Familia            : Pyralidae,
Genus              : Scirpophaga
Spesies            : S. nivella  Snellen

Gejala Serangan
Daun yang terserang larva penggerek pucuk akan berwarna coklat dan pada tulang daun kan
terbentuk jalur berupa garis. Larva berupa ulat ini kemudian bergerak menuju pucuk daun yang masih menguncup sehingga saat terbuka daun akan tampak berlubang kecil (Kalshoven, 1981  cit. Handiyana, 2000). Perkembangan ulat menjadi ulat dewasa akan dimulai dengan penggerekannya dengan cara melubangi sedikit demi sedikit bagian atas ruas batang dan berkepompong di dalamnya, akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat karena titik tumbuh mati (Sudiatso, 1982 cit. Handiyana, 2000). 

Siklus Hidup Penggerek Pucuk Tebu
Fase pertama adalah telur yang di hasilkan dari tetua betina yang jumlahnya berkisar 6-30 butir  akan menetas pada umur 8-9 hari. Ulat yang keluar dari telur menuju daun yang masih muda dengan cara menggantung pada benang-benang  halus yang dikeluarkan dari mulutnya. Larva akan menggerek  daun dan menuju ibu tulang daun, larva menggerek  menuju titik tumbuh batang dan menembus batang. Setiap batang berisi satu ekor penggerek (Kalshoven, 1981). Ulat tersebut pada umur muda berwarna kelabu, kemudian berubah berwarna kuning kecoklatan dan pada saat mendekati stadium pupa berwarna kuning putih. Stadium  pupa calon betina 8-10 hari dan calon jantan 10-12 hari. Kupu-kupu betina   sudah   dapat   bertelur   sehari   setelah   keluar   dari   kepompong   kupu-kupu mempunyai warna sayap dan punggung putih dengan jambul berwarna merah. Siklus hidup penggerek betina 48-58 hari dan jantan 50-56 hari (Handjojo, 1976).



Tingkat Kerusakan
Kehilangan hasil gula akibat serangan penggerek pucuk S. nivella bisa mencapai 8,9% per tahun (Samoedi et al., 1995 cit. Sudarsono et al., 2011).  Kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan hama ini tergantung dari umur tanaman tebu. Pada tanaman muda, pupus tanaman yang diserang  dapat menjadi layu dan mati. Kerusakan ini dianggap tidak berarti karena tunas yang mati akan digantikan oleh tunas yang baru. Pada tanaman yang lebih tua, tanaman masih dapat membentuk siwilan-siwilan sehingga pertumbuhan tanaman dapat terganggu karena tinggi tanaman dapat berkurang hingga 1 m atau lebih dibandingkan dengan tanaman sehat. Serangan pada tanaman yang akan ditebang dianggap tidak merugikan karena biasanya ulat belum mencapai titik tumbuh (Sudiatso, 1982 cit. Handiyana, 2000). 

Kisaran Inang
Hama penggerek pucuk tebu Scirpophaga nivella merupakan salah satu hama penting pada tanaman tebu di Indonesia. Serangan hama ini pada tanaman tebu muda menyebabkan kematian, sedangkan serangan pada umur lima bulan atau lebih menyebabkan terbentuknya siwilan (tunas samping) yang dapat menurunkan produksi tebu. (Samoedi et al., 1995 cit. Sudarsono et al., 2011). 

Pengendalian Hama Penggerek Pucuk Tebu Secara PHT
Bayu 2014
Dengan kondisi luas serangan yang merata di seluruh Indonesia, maka strategi pengelolaan   hama   penggerek   pucuk   tebu   yang   paling   tepat   adalah   dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Teknik Pengendalian Hama Terpadu yang dapat diterapkan diantaranya:
1.      Pengendalian Mekanis
Pengendalian mekanis dapat langsung dilakukan pada saat melakukan pengamatan di kebun yaitu dengan memungut  atau mengambil  telur atau kelompok telur.
2.      Pengendalian Kultur Teknis atau Budidaya
a)      Pengendalian dengan cara kultur teknis atau budidaya dapat dilakukan dengan cara Penggunaan bibit unggul,
b)      Penggunaan  pupuk  berimbang  yang  sesuai  dengan  jenis,  dosis,  waktu  dan cara pemakaian yang dianjurkan.
c)      Pengaturan pola tanam
d)     Penanaman serentak
e)      Pengaturan jarak tanam
f)       Pergiliran tanaman
3.      Pengendalian Hayati atau Biologis
a.       Konservasi Musuh Alami
Konservasi  musuh  alami  merupakan  cara  yang  paling  murah  dan  mudah dilakukan oleh petani baik sendiri atau berkelompok.  Konservasi musuh alami merupakan usaha kita untuk membuat lingkungan kebun disenangi dan cocok untuk kehidupan musuh alami terutama kelompok predator dan parasitoid.
b.      Pelepasan Musuh Alami
Pelepasan musuh alami dilakukan dengan mencari atau mengumpulkan musuh alami dari tempat lain, kemudian langsung dilepas di kebun yang dituju. Musuh alami hama penggerek  pucuk   berupa parasit telur dan parasit larva. Parasit telur misalnya Trichogramma japonicum, sedangkan parasit larva misalnya lalat jatiroto.
4.      Pengendalian Kimiawi
Aplikasi insektisida kimia hanya dilakukan jika persentase serangan hama penggerek pucuk dengan kategori serangan berat sudah mencapai 40 %. Jenis insektisida yang dianjurkan adalah golongan karbamat, antara lain Karbofuran (Furadan 3G), Kalbosulfan (Matrix 200EC), Imidakloprid (Wingran 0,5G). konsentrasi yang digunakan sesuai rekomendasi yaitu antara 1-2 ml/l atau 10-12kg/Ha.


Penggerek Buah Kopi (PBKo)  Hypothenemus hampei  Ferr.  (Coleoptera:  Scolytidae) 


Klasifikasi
Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi  ini diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insekta
Ordo                : Coleoptera
Family             : Scolytidae
Genus              : Hypothenemus
Spesies            : Hypothenemus hampei 

Gejala Serangan
Pada umumnya  H. hampei menyerang buah dengan endosperma yang telah mengeras, namun buah yang belum mengeras dapat juga diserang. Buah kopi yang bijinya masih lunak umumnya hanya digerek untuk mendapatkan makanan dan selanjutnya ditinggalkan. Buah demikian tidak berkembang, warnanya berubah menjadi kuning kemerahan dan akhirnya gugur. Serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan mutu kopi karena biji berlubang (Gambar 8). Biji kopi yang cacat  sangat berpengaruh negatif  terhadap susunan senyawa kimianya, terutama pada kafein dan gula pereduksi. Biji berlubang merupakan salah satu penyebab utama kerusakan mutu kimia, sedangkan citarasa kopi dipengaruhi oleh kombinasi komponen-komponen senyawa kimia yang terkandung dalam biji (Tobing et al., 2006).

Daur Hidup
Menurut Dirjen Bina Produksi Perkebunan (2002), kumbang betina menggerek ke dalam biji kopi dan bertelur sekitar 30-50 butir. Telur menetas menjadi  larva yang menggerek biji kopi. Larva menjadi kepompong di dalam biji. Dewasa (kumbang) keluar dari kepompong. Jantan dan betina kawin  di dalam buah kopi, kemudian sebagian betina terbang ke buah lain untuk masuk, lalu bertelur lagi. Jantan tidak bisa terbang sehingga tetap di dalam buah tempat lahirnya sepanjang hidup.

Tingkat Serangan
Serangga hama  Penggerek Buah Kopi (PBKo)  Hypothenemus hampei  Ferr.  (Coleoptera:  Scolytidae)  merupakan hama yang sudah tidak asing lagi  dan  banyak ditemukan  menyerang buah kopi di beberapa wilayah di Indonesia. Keberadaan hama ini dapat menurunkan produksi  dan kualitas hasil secara nyata karena menyebabkan banyak biji kopi berlubang. Kehilangan hasil oleh hama PBKo dapat mencapai lebih dari 50% apabila serangannya tinggi dan tidak dilakukan tindakan pengendalian secara tepat. Tingkat serangan sebesar 20% dapat mengakibatkan penurunan produksi sekitar 10% (Puslitkoka, 2009  dalam  Zahro’in, 2013). 

Kisaran Inang
Menurut Wiryadiputra (2006) penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan seranggahama utama pada tanaman kopi yangmenyebabkan kerugian secara nyata terhadapproduksi kopi di Indonesia. Kerusakan yang diakibatkan oleh hama ini berpengaruh langsung sehingga menyebabkan penurunan produksi dan kualitas hasil biji kopi pasar. Dengan demikian akan berdampak penurunan produksi dan mutu biji kopi, sehingga kerugian yang ditimbulkan cukup besar.

Teknik Pengendalian
 Menurut Zahro’in (2013) Ada beberapa teknik pengendalian yang dapat diterapkan untuk mengendalikan serangan PBKo H. hampei antara lain:
1.      Pengendalian secara  kultur teknis, dengan tujuan memutus daur hidup PBKo, yang meliputi tindakan :  (i) Petik bubuk, yaitu mengawali panen dengan memetik semua buak masak yang terserang bubuk 15-30 hari menjelang panen besar, (ii) Lelesan,  yaitu pemungutan buah kopi yang jatuh di tanah baik terhadap buah terserang maupun buah tidak  terserang, selanjutnya buah  direndam dalam air panas, (iii)  Racutan/rampasan,  yaitu memetik seluruh buah yang ada di pohon pada akhir panen. Semua buah hasil petik bubuk, lelesan dan racutan direndam air panas 5 menit.
2.      Pengaturan naungan untuk menghindari kondisi pertanaman terlalu gelap, yang sesuai bagi perkembangan PBKo.
3.      Pengendalian hayati dengan musuh alami  menggunakan parasitoid Cephalonomia stephanoderis dan jamur Beauveria bassiana. Aplikasi B.bassiana dianjurkan dengan dosis 2 kg biakan padat per hektar selama tiga kali aplikasi per musim panen.
4.        Peran petugas lapang dalam pembinaan pengendalian kepada petani sangat dibutuhkan. Petugas lapang dapat menginformasikan rakitan teknologi pengendalian yang telah direkomendasikan BBPPTP Surabaya serta agens hayati yang telah dikembangkan dan dapat digunakan sebagai biopestisida untuk mengendalikan serangan penggerek buah kopi.


Daftar Pustaka
Boedijono, WA. 1990. Hama Tebu. Diktat Khusus Tanaman Tebu. BP3G Pasuruan.
Dirjen Bina Produksi Pekebunan. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Jakarta: Departemen Pertanian
Handiyana, U. 2000. Kajian Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Tebu di PG Pangka, Kabupaten Tegal Milik PTP Nusantara IX (Persero). Skripsi. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Handjojo. 1976. Hama Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya. http://ditjenbun.deptan.go.id.
Sudarsono, H.,  Sunaryo,  dan Saefudin. 2011. Intensitas Kerusakan  pada Beberaoa Varietas Tebu Akibat Serangan Penggerek Pucuk  Tebu (Scirpophaga nivella intacta) Setelah Aplikasi Zat Pemacu Kemasakan Isoprophylamine Glyphosate.  Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 11 (3): 73-81p.
Wiryadiputra, Soekadar. 2006. Penggunaan Perangkap Dalam Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo, Hypothenemus hampei). Jurnal Pelita Perkebunan 2006, 22(2), 101—118. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
Zahro’in, Erna  dan Yudi Yuliyanto. 2013. Tingkat Serangan Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hampei Ferr. Di Provinsi Jawa Timur pada September 2013. Malang: Universitas Brawijawa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar